Minggu, 21 Februari 2016

PERJUANGAN



Seperti sebuah debu yang terbawa oleh hembusan angin senja. Daun yang menari riang bersama hempasan angin. Terbang, melayang, jauh, tinggi, tak tahu arah yang pasti. Tanjakan, tikungan dan semua yang dilewati, cukup menghalangi jalan kemana ia hendak pergi. Namun sepertinya itu semua tak cukup untuk menghentikan langkahnya.
Hari demi hanya yang berlalu, terus menerus diisi dengan untaian-untaian harapan dan doa. Butir butir impian yang ia citakan, semuanya tesurat dalam sebuah lembaran putih yang selalu ia kotori dengan tinta pena. Namun ia berfikir, bahwa semua itu bak mutiara yang tertanam dalam di dasar palung samudera, dan tak akan ada satupun manusia yang dapat melihatnya.
Ia hanyalah seorang gadis kecil dengan sejuta mimpi yang ia tak yakin dapat meraihnya. Gadis mungil yang hanya bisa menulis apa yang ada dalam kepalanya tanpa pernah megeluarkannya dengan ucapan. Ia tahu, jika ia mengekspresikan semua mimpinya dengan ucapan, hanya akan menjadi topik tertawaan manusia disekitar. Lalu apakah ia akan selamanya menyimpan semua buah pikirnya pada secarik kertas itu???
Jam berdering menunjukan pergantian hari menuju satu hari lebih banyak dari hari  kemarin. Tentu saja ia langsung terbangun dan bergegas melaksanakan kewajibannya.  Satu per empat jam digunakannya untuk bersiap-siap untuk  kemudian melangkahkan kaki sedikit mendekati hari dimana ia bisa menggapai secarik kertasnya.
Ia melangkah dengan gagah tanpa gelisah. Berjalan menyusuri lorong-lorong dengan sejuta mimpi dipundaknya. Puluhan tikungan ia lewati, ratusan tanjakan ia lampaui,  hingga akhirnya sampailah ia pada sebuah tempat dimana ia akan mengukir sedikit demi sedikit secarik kertasnya. Memulai semua dengan perlahan dan penuh hati-hati. Tak pernah memperdulikan apapun yang keluar dari mulut manusia disekelilingnya. Walau berjuta cacian terlontar dari mulut-mulut orang sekitar, hinaan dan cercaan pun tak luput menghadang. Ia tak pernah mengeluh dengan semua hal yang terjadi. Suatu ketika ia melihat seorang wanita tua renta yang bertumpu pada sebuah tongkat penopang kehidupannya. Dalam otak kecilnya bertanya-tanya, apakah wanita tua tadi tidak mempunyai seseorang yang dapat menemaninya? Setidaknya agar dia bisa merasakan mudahnya berjalan tanpa harus bertumpu pada sebatang kayu yang bisa disebut dengan kayu penopang kehidupan.
ia sadar, bahwa hidupnya hampir sama dengan sebuah sebuah tongkat penopang itu. Menjadi tumpuan sebuah hal yang sangat berharga, bahkan tak tenilai harganya. Sekali saja ia melewati jalan yang salah, atau bahkan hanya sekedar tersandung bongkahan batu kecil yang menyebabkan terjatuh, maka hal berharga yang tertopang pun akan ikut terjatuh. Yang ia fikirkan adalah, bagaimana caranya ia dapat memilih jalan yang tidak akan membuatnya terjatuh, agar ia dapat dengan mudah menopang hal berharga itu.
Ia sadar, bahwa ia tidak mungkin melewati jalan seperti yang ia fikirkan, karena ia tahu bahwa untuk mencapai sebuah mimpi dan harapan itu tidak mungkin hanya melewati jalan yang mulus. Ia harus melewati jurang yang terjal, tanjakan yang curam dan berbagai hal yang dapat membuatnya terjatuh. Namun itulah seni kehidupan.
Always be yourself, think big, and act now!!! Believe and do it.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar