CERPEN
Kenapa ?
Alvia, begitulah orang-orang memanggil gadis kecil
berkacamata itu. Dia adalah salah satu dari 4 anak yang dikaruniakan kepada
pasangan dari keluarga yang serba kecukupan. Rambut panjang yang selalu terurai
dengan dihiasi bando senada warna bajunya membuat gadis ini banyak dikagumi
oleh sebayanya. Dari ketiga saudaranya, bisa dibilang bahwa Alvia lah yang
paling beruntung. Selain memiliki fisik yang menawan, dia juga termasuk gadis
yang pandai, dia selalu menjadi bintang di kelasnya. Pada awalnya, Alvia adalah
gadis yang berkepribadian baik, dia selalu bersikap lemah lembut kepada orang
lain. Alvia juga tidak pernah sungkan untuk mengajari teman-temannya yang
kesulitan dalam menerima pelajaran di kelas. Tidak hanya itu, Alvia juga tidak
merasa keberatan ketika teman-temannya menginginkan untuk menyalin tugas
rumahnya.
Seperti biasa, Alvia selalu datang lebih awal ke sekolah.
Bahkan suatu ketika dia datang di pagi buta sehingga gerbang sekolah belum
dibuka. Dia menunggu di gassebo depan sekolah sambil membaca novel kesukaannya.
Beberapa menit kemudian, gerbang sekolah dibuka. Namun Alvia tidak menyadari
bahwa gerbang sekolah telah dibuka karena terlalu sibuk dengan novelnya. Pak
Sem selaku penjaga gerbang menghampiri Alvia sambil menyapa, “Selamat pagi non,
kok datang pagi-pagi sekali ?” ucapnya.
Alvia yang sedang sibuk dengan novelnya sedikit terkejut dan menjawab,
”Eh pak Sem, iya selamat pagi pak, engga kok ini juga baru datang, tadi saya
lihat gerbangnya belum dibuka jadi saya duduk dulu disini”. “Oh.. kalo begitu saya minta maaf non, tadi
sesudah solat subuh saya ketiduran dan lupa tidak membuka pintu gerbang
dahulu.” jelasnya. Alvia yang tengah sibuk membereskan tasnya menanggapi dengan
suka hati, “Iya tidak apa-apa pak, lagi pula saya juga sengaja datang lebih
awal dari biasanya, saya ingin mengerjakan tugas yang belum selesai saya
kerjakan semalam. Kalo begitu saya masuk dulu ya pak ?” “Oh iya silakan non, saya juga harus
melanjutkan pekerjaan saya.” jawab pak Sem sembari mengambil sapu di pojok
gerbang sekolah.
Alvia bergegas masuk ke ruang kelasnya dan melanjutkan
tugas rumah yang belum selesai dia kerjakan. Kurang lebih 10 menit dia
mengerjakan, Elsa teman sekelasnya masuk ke kelas dengan tergopoh-gopoh. “Hey,
kamu kenapa sa ? berlari seperti dikejar hantu saja.” tanya Alvia sambil
membereskan tugas yang telah ia selesaikan. “Eh Alvia, kebetulan sekali. Apa
kamu sudah mengerjakan tugas kemarin ? aku diajak melihat konser Taylor Swift
sampai larut malam, jadi aku belum sempat mengerjakan tugas itu.” Jelas Elsa.
“Emm... udah.” Jawab Alvia singkat. “Sip deh, bagus kalau begitu. Kamu emang
temenku yang paling rajin” ucap Elsa sambil meletakan tasnya di meja yang
berada di belakang Alvia. Alvia hanya tersenyum menanggapi pujian Elsa. Selang
beberapa menit, Elsa menghampiri Alvia sambil berkata, “Alvia, aku liat tugas
rumahmu boleh ?” “Cuma liat kan ? tentu saja boleh. Ini lihat saja” ledek
Alvia. “Ih, kamu lho ngga peka banget” timpa Elsa ketus. “Hehehe, iya aku paham
ko, ini salin aja nggapapa. Tapi usahakan selesai sebelum yang lain datang ya.”
Sahut Alvia sambil memberikan buku tugasnya kepada Elsa. “Oke deh” jawabnya
singkat.
Sambil menunggu Elsa menyalin tugasnya, Alvia membereskan
kelas yang saat itu seperti gudang penyimpanan barang bekas. Alvia membereskan
kelasnya itu sambil bernyanyi riang. Setelah kelas bersih, Alvia menghampiri
Elsa yang dilihatnya sedang menggunakan earphone, “Elsa, apa kamu sudah selesai
?” tanyanya lembut. “Apa?? Maaf tadi aku ngga denger” jawabnya sambil melepas
earphone yang baru saja dia pakai. “Apa kamu sudah selesai ?” ulang Alvia
dengan nada sedikit tinggi. “Oh, iya ini sudah vi, trimakasih ya.” Jawab Elsa
sambil memberikan buku tugas Alvia yang tadi dipinjamnya. “Iya sama-sama.”
Jawab Alvia.
Saat itu jam di dinding pojok kelas sudah menunjukan
pukul 06:27. Namun baru beberapa orang saja yang sudah berada di sekolahan.
Bahkan di kelasnya baru ada Alvia dan Elsa. Selang beberapa menit, geng cewe
chubby yaitu Alisa, Victory, dan Tiffany terlihat baru saja keluar dari mobil
avanza silver milik ayah Tiffany. Mereka langsung bergegas masuk ke dalam
kelas. Dengan style-nya yang khas, mereka berjalan sambil mengkibas-kibaskan
rambut seolah penguasa di kelas. Tiffany yang terkenal paling aktif diantara
ketiganya, berlari ke kelas mendahahului geng-nya untuk menghampiri Alvia yang
sedang berdiri di depan cermin di belakang kelas dan berkata, “Pagi vi, sedang
apa kau sendirian disini ? kenapa ngga duduk bareng Elsa di sana ?” “Iya pagi
juga fan, aku baru saja selesai merapikan rambutku. Ini juga mau duduk kesana.”
Sahut Alvia sambil berjalan menuju tempat duduknya. “Eh, kamu ngga bareng Alisa
sama Victory? Aku belum lihat mereka dari pagi.” Tambah Alvia akrab. “Bareng
kok, tadi aku lari duluan ke kelas. Mungkin mereka mampir sarapan dulu ke
kantin.” Ketika sedang asik dibicarakan, Alisa dan Victory datang sambil
membawa kotak nasi. Mereka langsung duduk di tempat duduknya yang kebetulan
saat itu berada di samping tempat duduk Elsa. Victory melihat buku di atas meja
Elsa dan mengambilnya lalu membukanya, “Ini tugas yang kemarin kan sa ?” tanya
Victory kepada Elsa. “Iya, itu tugas yang kemarin. Kan sekarang suruh
dikumpulkan, aku ngelembur tugas itu semalem.” Jawab Elsa. Dengan nada sedikit
sinis, Victory menjawab “Tumben kamu rajin, biasanya ngga pernah ngerjain”
“Kamu kalo mau nyalin ya udah salin aja nggapapa, ngga usah kebanyakan
basa-basi” tambah Elsa. “Ah, beneran nih nggapapa ?” tanya Victory. “Iya
nggapapa, kaya biasanya ngga doyan nyalin sana-sini aja kamu pake basa-basi
segala” ledek Elsa. “Hahaha.. ya udah deh, thanks ya sa. Ini tak pinjem dulu
bukunya” kata Victory sambil berjalan menuju tempat duduknya.
Melihat kejadian itu, Alvia yang telah bersusah payah
mengerjakan tugas tersebut merasa tidak terima. ‘Itu kan tugasnya aku yang
ngerjain, kenapa Elsa bilang kalo dia yang ngerjain, padahal kan dia cuma
nyalin tugasku’ gumamnya dalam hati. Saat sedang melamun, tiba-tiba terdengar
suara Alisa mengagetkan Alvia, “Hey Alvia, sinih ikutan nyalin tugas. Kamu belum
ngerjain kan ? sinih ikutan aja, daripada nanti disuruh push-up kan cape.”
Jelas Alisa. “Oh, iya silakan kalian aja duluan. Aku nanti saja gampang lah”
jawab Alvia sambil tersenyum simpul. Saat mereka
Sekitar 20 menit setelah menyalin tugas, bel tanda masuk
berbunyi. Sepertinya mereka semua belum selesai menyalin tugas, sehingga masih
bergerombol di satu meja. 10 menit setelah bel berbunyi, guru masuk ke dalam
kelas. Para siswa yang sedang bergerombol tersebut bergegas untuk menuju tempat
duduknya masing-masing. Sampai tiba saatnya mengumpulkan tugas, semua siswa
secara bergantian maju ke depan untuk mengumpulkan tugas tersebut sembari
mengisi daftar hadir. Ketika tiba waktunya Alvia mengumpulkan tugas, dia
terlihat bingung. “Ada yang liat buku tugasku ngga ?? tadi aku naroh disini ko
sekarang ngga ada” tanya Alvia kepada teman-temannya sambil membongkar isi
tasnya. “Nah tadi ada yang minjem ngga vi ? coba sinih aku bantu cari” ucap
salah seorang temannya. Puluhan menit Alvia mencari sampai absen terakhir telah
maju untuk mengumpulkan tugas, namun buku tugasnya tidak ditemukan. Lalu ibu
guru memanggil Alvia dan bertanya, “Alvia. Kenapa kamu belum mengumpulkan tugas
? apa kamu tidak mengerjakannya ?” “Saya sudah mengerjakannya bu, tadi saya
menaruh buku saya di dalam tas. Tapi sekarang bukunya tidak ada.” Jawab Alvia
cemas. “Kamu bilang tadi meletakan bukumu di tas, memangnya kamu mengerjakan
tugas itu dimana ? di sekolah ?” tanya ibu guru. “Saya mengerjakannya tadi
malam di rumah bu, tapi belum selesai. Jadi saya melanjutkan tugas itu tadi
pagi di sekolah.” Jelas Alvia. “Itu sama saja kamu mengerjakan tugas di sekolah
Alvia. Apa ada lagi yang mengerjakan tugas di sekolah ?” tanya ibu guru kepada
seluruh siswa yang ada di kelas. Seketika suasana kelas menjadi sepi, tidak ada
satupun siswa yang mengaku bahwa mereka mengerjakan tugas di sekolah. Alvia
yang mengetahui bahwa teman-temannya mengerjakan tugas di sekolah namun tidak
mau untuk mengakuinya merasa heran, kenapa teman-temannya tidak mau jujur dan
mengatakan bahwa mereka mengerjakan tugas di sekolah? Karena Alvia tidak dapat
menemukan buku tugasnya tersebut, maka Alvia diberi hukuman oleh ibu guru
karena dianggap melanggar peraturan yaitu tidak mengumpulkan tugas dan
mengerjakan tugas di sekolah. Alvia di hukum untuk menghafalkan 30 pasal dan
menulisnya di buku hukuman yang memang wajib dimiliki oleh setiap siswa di
sekolah tersebut.
Tidak terasa hari sudah semakin siang, jam menunjukan
pukul 12:37 WIB. Setelah melaksanakan salat duhur berjamaah, Alvia bersama
sahabatnya berniat untuk membeli makanan di kantin, tapi entah karena hal apa
bel tanda pulang sekolah berbunyi sehingga Alvia dan sahabatnya langsung lari
ke kelas dan bersiap-siap untuk pulang.
Alvia pulang dengan mengendarai bebek kesayangannya. Helm
bogoo warna putih dan dipadukan dengan jaket merah merk ternama serta sarung
tangan merah senada dengan warna bebeknya menjadi ciri khas Alvia. Ketika
hendak men-starter motornya, salah seorang temannya yaitu Qomariah
memanggilnya, “Alvia.!!! Ikut makan siang yukk, tadi kan ngga jadi ke kantin.”
Ajaknya. Alvia berfikir sejenak, dia teringat kucingnya di rumah. ‘kalo aku
ikut, gimana dengan nasib kucingku di rumah ya?? Tadi pagi kan belum aku kasih
makan’ gumamnya dalam hati. Setelah beberapa menit terdiam, Alvia akhirnya menjawab
pertanyaan Qomariyah, “Emm.. Aku makan di rumah aja deh, lagian uangku juga
limit nih” kata Alvia. “Ah, kamu lho kaya sama siapa? Udah tenang aja, it’s on
me.” jawab Qomariyah dengan lantang. “Hahahaha.. bukannya gitu, sebenernya tuh
kucingku belum tak kasih makan tadi pagi, kasihan koh. Ntar kalo mati gimana
coba ? bisa galau 7 hari 7 malam aku” ledek Alvia. “Oh.. gitu, ya udah deh lain
kali aja yaa” kata Qomariyah singkat. “Ya udah aku duluan yaa.. bye..” jawab
Alvia sambil men-starter bebeknya. “Okeh, take care vi” teriak Qomariyah.
Seperti biasa, Alvia mengendarai bebeknya dengan
kecepatan 60 km/jam. Ketika sampai di perempatan jalan tiba-tiba ada seorang
kakek-kakek yang kira-kira seusia kakeknya ingin menyeberang jalan. Karena iba,
maka Alvia menghentikan motor dan memarkirnya di tepi jalan. “Permisi kek, mari
saya bantu menyeberang” kata Alvia ramah. Lalu Alvia menggandeng tangan kakek
tersebut dan membantunya menyeberang. “Terimakasih banyak cu” kata kakek
tersebut sambil memandang Alvia. “Oh iya sama-sama kek, saya permisi dulu” kata
Alvia. Kemudian Alvia kembali ke tempat dia memarkir motornya tadi. Ketika dia
sedang men-starter motornya, tiba-tiba.. praaakkkk!!! Seseorang menabrak motornya
dari belakang. Alvia terkejut dan segera turun dari motornya untuk melihat
kerusakan yang terjadi akibat tabrakan tadi. Tapi yang Alvia heran adalah orang
yang telah menabrak motornya itu langsung pergi tanpa mengucapkan satu kata pun
kepada Alvia. Alvia hanya terdiam dan bingung dengan kejadian tersebut. Dia
takut apabila dia pulang dengan keadaan motor yang rusak, dia akan dimarahi oleh
ibunya. Untung saja, tempat tertabraknya motor Alvia tidak jauh dari bengkel
sehingga Alvia bisa langsung membawa motornya ke bengkel untuk diperbaiki.
Setelah sampai di bengkel, Alvia menunggu lumayan lama
karena harus mengganti slebor motor
dan lampu belakang yang rusak karena tertabrak tadi. ‘hadeeehh.. nungguin motor
dibenerin kaya nungguin gajah kurus aja, lamanya minta ampun’ gumamnya dalam
hati. Ketika sedang melamun, montir di
bengkel tersebut berkata,“Ini sudah mba.” “Oh iya mas, berapa yaa?” tanya
Alvia. “tujuh puluh lima ribu mba” kata montir tersebut sambil membereskan
peralatan yang telah digunakan untuk memperbaiki motor. Lalu Alvia mengambil uang
tabungan di bawah jok motornya dan membayar kepada montir di bengkel tersebut.
“Trimakasih mba” kata montir itu ramah. “Iya” jawab Alvia sambil memarkir
motornya keluar.
Alvia men-starter motornya dan segera pulang. 10 menit
perjalanan akhirnya Alvia sampai di depan gerbang rumahnya. Dia memanggil
ibunya untuk membukakan pintu gerbangnya tapi tidak ada respon apa pun. Dia
bertanya-tanya dalam hati, dimana ibu ? apakah ibu sedang tidur sehingga tidak
mendengar panggilanku ? atau ibu sedang pergi ? Alvia terus memanggil ibunya
dan terus-menerus memencet bel rumahnya. Alvia sudah menunggu hampir 20 menit,
tapi tak seorang pun yang keluar untuk membukakan gerbang. Akhirnya Alvia
berfikir untuk memanjat gerbang di pojok rumah yang tidak terlalu tinggi.
Ketika Alvia sedang berusaha untuk menaiki gerbang itu, tiba-tiba seseorang
mengejutkannya. “Kak via !!!” teriak orang itu yang ternyata adalah anak
tetangga Alvia. “Eh kamu dek, bikin kaget kakak saja” ucap Alvia sambil
mendekati anak itu. “Hehehe.. Kakak ngapain manjat gerbang kaya gitu ? kaya
maling aja, padahal kan di rumah sendiri” Kata anak itu. Lalu Alvia
menjawabnya, “Uh kamu bisa ada-ada aja ngomongnya dek, ini kakak udah nunggu
daritadi di depan gerbang, udah teriak-teriak udah mencetin bel sampe jari
kakak keriting tapi ngga ada yang bukain gerbangnya, ya jadi kaka mau manjat
aja biar bisa masuk. Terus kamu ngapain kesini ? tumben ?” “Ya iya lah ngga
mungkin ada yang bukain gerbang, mau kakak teriak-teriak sampe kena radang
tenggorongan atau mencet-mencet bel sampe tangan kakak kaku ngga bakalan ada
yang bukain gerbang, di dalem kan ngga ada orang. Hahaha” Ucap anak itu. “Lho,
darimana kamu tau kalo di rumah kakak ngga ada orang ? emang kamu udah masuk
apa ? aku yang puna rumah aja juga ngga tau kok kamu tau sih ?” Tanya Alvia.
“Tau dong, apa sih yang aku ngga tau. Jadwal kakak ngebersihin WC rumah aja aku
tau” Ledek anak itu. “Iz, kamu ini” ucap Alvia “Hehehe.. bercanda kok kak, tadi
tuh ibu kakak nitip kunci rumah ke aku.. katanya mau pergi ke acara arisan
ibu-ibu di perumahan sebelah. Mungkin pulangnya ntar sore, sekalian ke tempat
mbah nganterin kerudung katanya” Jelas anak itu. “Oalah dek..dek.. kenapa ngga
ngomong dari tadi coba ? Kalo kamu ngomong daritadi kan kakak ngga perlu
manjat-manjat gerbang kaya gini” Kata Alvia sebal. “Aduh, jangan ngambek dong
kak, aku kan ngga tau kalo kakak udah pulang. Nih kuncinya” Jawab anak itu
sambil memberikan kunci kepada Alvia. “Ya udah deh, makasih ya dek. Kamu pulang
sanah cuci muka cuci kaki terus tidur” Ledek Alvia. Kemudian anak itu langsung
lari tanpa mengatakan apa pun. Tapi Alvia tidak mempedulikan hal itu, Alvia
langsung menuju ke gerbang utama dan membukanya. ‘Ah.. pengen cepet-cepet sampe
kamar nyalain AC, nonton TV sambil ngemil uhh.. naqqehh’ gumamnya dalam hati.
Setelah masuk ke dalam rumah, Alvia langsung menuju ke
kandang kucing yang ia letakan di bawah meja dapur. Dia langsung memberi makan
kucingnya sambil berbicara, “Aduhh,, kasihan sekali kamu puss, maaf ya tadi
pagi aku lupa ngga ngasih kamu makan, jadinya kamu kelaperan kaya gini deh”
ucap Alvia sambil mengelus-elus kucingnya yang sedang makan. Selepas memberi
makan kucingnya, Alvia memberi makan perutnya. Dia menarik pintu kulkas untuk
mengambil beberapa cemilan dan buah anggur untuk menemaninya menonton acara FTV
kesukaannya. Dia langsung membawanya ke kamar dan memakannya sambil tiduran
santai di depan televisi. Sedang enak-enaknya makan, tiba-tiba Alvia tersedak
hingga hampir muntah. Dia langsung berlari ke dapur dan mengambil minum. ‘Uh,
ngga lagi-lagi deh makan sambil tiduran. Jadi ngga enak banget kaya gini’
gumamnya dalam hati. Saat sedang minum, Alvia teringat dengan acara FTV tadi,
dia langsung berlari ke kamar untuk melanjutkan menonton FTV tersebut.Tanpa
disadari, ternyata ada lantai yang basah terkena tumpahan air minum Alvia,
Alvia menginjak air itu dan terpeleset. Kepalanya membentur kaki meja makan.
“Aduhh.. sialan nih air” ucap Alvia sebal. Dia segera bangun tanpa mengelap air
itu kemudian menuju ke kamarnya. Alvia terus mengelus-elus kepalanya yang tadi
terbentur kaki meja.
Tiba-tiba terdengar suara telephone rumah yang berdering.
Dengan sigap, Alvia segera mengangkatnya, “Halo, Assalamu’alaikum..”ucap Alvia
lembut “Wa’alaikumsalam.. apa benar ini dengan kediaman rumah ibu Leli?”jawab
sang penelphone itu yang sepertinya adalah seorang laki-laki, “Oh, iya benar,
saya anaknya.. maaf ada apa ya pak?” tanya Alvia polos. “Begini mba, saya ingin
memberitahukan kalo ibu Leli telah mengalami kecelakaan di depan gedung Permata
Sari 5 menit yang lalu dan sekarang sudah dibawa ke rumah sakit putri mulia”
terang penelphone. “Innalillah, bagaimana itu bisa terjadi pak ? setahu saya
ibu saya sedang menghadiri arisan” jawab Alvia kaget. Lalu sang penelphone
menjawab, “Nanti saja saya ceritakan kejadiannya, lebih baik sekarang adek
segera ke rumah sakit putri mulia dan alangkah baiknya jika adek menelphone
anggota keluarga yang lain.”
Tanpa mengatakan apa pun, Alvia segera menutup
telephonenya dan memberi tahu kabar ini kepada ayah dan kakak-kakaknya. Jantungnya
berdebar lebih kencang dari biasanya, kedua kakinya mendadak melemas seolah tak
mampu lagi menopang tubuhnya, bibirnya bergetar dan mukanya pucat. Alvia sangat
menghawatirkan ibunya. Dengan segera dia langsung menuju ke garasi untuk
mengambil motor dan segera menuju ke rumah sakit putri mulia. Ketika sampai di
perlimaan jalan gajah mada, ada seorang polisi yang mendekatinya. Saat itu baru
teringat bahwa Alvia tidak memakai helm dan tidak membawa STNK karena
terburu-buru tadi. ‘Aduh gimana ini, aku lupa ngga bawa STNK palah’ gumamnya
dalam hati. “Selamat siang mba, mau kemana ? kenapa tidak memakai helm ?” tanya
polisi tersebut. “Eemm.. anu pak, tadi saya terburu-buru jadi lupa tidak
memakai helm. Saya mau ke rumah sakit putri mulia” Jelas Alvia. “Sudah punya
SIM belum mba ?” tanya polisi tersebut. “Belum pak” jawab Alvia. “Ya sudah kalo
begitu mana STNK nya mba?” tambah polisi itu. “Nah tadi saya terburu-buru pak,
jadi lupa tidak membawa apa-apa.” Terang Alvia. “Kalo begitu sekarang mba
pulang dulu ngambil STNK, motornya ditinggal dulu saja disini, nanti kalo udah
bawa STNK mba bisa ambil motornya disini.” Jelas polisi tersebut. Tanpa berucap
apapun, Alvia menyerahkan motornya ke polisi tersebut. Sekarang dia bingung,
khawatir, gelisah, cemas bercampur menjadi satu. Dia tidak tahu bagaimana agar
dia bisa cepat sampai di rumah sakit putri mulia. Dia terus berfikir sambil
berjalan. Setelah lumayan jauh dia berjalan, sebuah mobil daihatsu berwarna
hitam berhenti di depannya. Alvia bertanya-tanya dalam hati, siapa yang ada
dalam mobil tersebut ? kenapa dia berhenti di depanku ? Semua tanda tanya di fikirannya seolah
terjawab setelah dia melihat seseorang keluar dari dalam mobil tersebut. Dia
adalah Ganda, teman SD nya. “Kamu ngapain jalan sendirian panas-panas kaya gini
vi ?” tanya Ganda. “Eh, kamu masih inget sama aku nda ? Aku tadi niatnya mau ke
rumah sakit putri mulia. Tapi di perlimaan tadi ditilang sama polisi, aku lupa
ngga bawa STNK jadi motorku diambil. Mana aku ngga bawa hp lagi, bingung deh
mau gimana ini.” Jelas Alvia. “Kamu mau ngapain ke rumah sakit ?” tanya Ganda.
“Tadi aku dapet kabar kurang baik, ibuku kecelakaan, jadi aku harus segera
kesana.” Jawab Alvia. “Oh, kalo begitu ayo ikut aku aja, kebetulan aku
tujuannya searah sama rumah sakit putri mulia” ucap Ganda. Dengan wajah
berseri-seri Alvia menjawab, “Iya trimakasih banget ya nda.”Alviapun akhirnya
bisa sampai di rumah sakit putri mulia atas bantuan tumpangan dari Ganda, teman
SD nya.
Sesampainya disana, Alvia bertemu dengan orang yang
menelphonenya tadi. Dia menceritakan kejadian yang dialami oleh ibu Alvia
secara rinci. Dia juga mengantarkan Alvia menuju ke ruang UGD tempat ibunya
dirawat. Terlihat dari kejauhan, ketiga kakaknya dan ayahnya sedang duduk di
depan ruang UGD. Alvia langsung berlari menghampiri mereka dan bertanya kepada
Ayahnya, “Gimana keadaan ibu yah? Maaf Alvia telat, soalnya tadi kena tilang di
jalan gara-gara ngga pake helm.” Papar Alvia. “Ibu masih ditangani dokter vi,
kita do’a aja semoga ibu baik-baik saja.” Jawab Ayah dengan mata berkaca-kaca.
Alvia kemudian duduk di samping ayahnya sambil terus
berdoa. Selang beberapa menit dokter keluar dari ruang UGD, “Bagaimana keadaan
ibu saya dok?” tanya kakak Alvia. Namun dokter itu tidak mengatakan apapun, dia
terus berjalan. Dibelakangnya dikawal oleh dua orang suster yang membawa kapas
dan jarum suntik di tangannya. Tak lama kemudian, dokter itu kembali menuju ke
ruang UGD. Sekarang Ayah Alvia yang bertanya, “Bagaimana keadaan istri saya
dok” dokter itu hanya menjawab, “Kami akan berusaha semaksimal mungkin pak”
kemudian dokter itu masuk kembali ke ruang UGD. Jawaban dokter yang seperti itu
membuat Alvia semakin cemas. Dia sangat menghawatirkan ibunya, yang ada
dibenaknya hanyalah sebuah harapan supaya ibunya bisa selamat.
Beberapa menit kemudian, doter keluar dari ruang UGD.
“Bagaimana keadaan ibu saya dok ?” tanya Alvia kepada dokter itu. “Ibu anda
baik-baik saja, dia hanya memerlukan waktu istirahat beberapa hari kemudian
boleh pulang.” Jawab dokter tersebut sambil tersenyum. Mendengar penjelasan
dokter tersebut, Alvia merasa lega. “Boleh saya masuk menjenguk ibu saya dok ?”
tanya Alvia. “Oh, iyya boleh silakan.. ibu anda akan segera dipindahkan ke
ruang rawat inap.” Jawab dokter tersebut. Alvia pun langsung masuk ke dalam
ruangan. 15 menit kemudian, Ibu Alvia dipindahkan ke ruang rawat inap. Alvia terus menjaga dan merawat ibunya, tidak
ada sedikit pun waktu yang dia gunakan untuk bermain. Dia pun tidak
mempedulikan motornya yang telah ditilang waktu itu. Dia hanya fokus terhadap
kesembuhan ibunya. Alvia sangat menyanyangi ibunya.
Kurang lebih 4 hari dirawat, hari ini ibu Alvia
diperbolehkan pulang. Alvia sangat senang karena ibunya sudah sembuh. Ketika
telah sampai di rumah, Ibu Alvia menyuruh Alvia untuk mengambil motornya yang
ditilang waktu itu. Dia pun segera meminta kakaknya untuk menemaninya mengambil
motor tersebut. Cukup panjang prosedur pengambilan motornya, sehingga Alvia dan
kakaknya harus pulang sore. “Ngambil motor aja kaya nungguin batu terbang
ketiup angin, lamanya minta ampun. Kamu ada-ada aja sih dek, pake ketilang
segala” kata Kakak Alvia. “Emang aku kepengin di tilang gitu ?? engga lah. Pas
itu kan aku buru-buru. Jadi lupa ngga bawa apa-apa” jelas Alvia. “Huu.. ngawur
sih kamu. Oiya, mampir toko buah sebentar yaa.. pengen beliin buah buat ibu”
Ajak kakaknya. “Oke deh” jawab Alvia singkat. Mereka pun akhirnya pergi ke toko
buah terlebih dahulu untuk kemudian pulang ke rumah.
Ketika sampai di depan
rumahnya, Alvia dan kakaknya terkejut setengah mati. Mereka melihat bendera
putih tergantung di pinggir pagar rumahnya. Mereka langsung masuk ke dalam rumah.
Mereka sangat terkejut ketika melihat seorang wanita yang mereka panggil ibu
berbaring tak bernyawa di tengah kerumunan orang yang sedang membacakan
ayat-ayat Al-quran. Alvia langsung lemas, dia tak dapat mengendalikan emosinya.
Air matanya keluar begitu deras berdampingan dengan mulutnya yang terus
memanggil ibu. Alvia tidak percaya dengan kenyataan ini. Ibu yang sudah sehat
setelah dirawat di rumah sakit, yang tadi menyuruhnya untuk mengambil motor, yang
dia belikan buah agar hatinya senang, sekarang berbaring di depannya dan tak
dapat melihat dunia lagi, tak dapat menemani Alvia, tak dapat menghiburnya
dikala dia sedih. Dalam fikiran Alvia terus terbanyang masa-masa ketika ibu
Alvia selalu memberinya semangat, selalu menceritakan berbagai hal baru yang
tidak akan pernah Alvia dapatkan di sekolah, yang selalu menasehatinya dikala
di berbelok dari lurusnya kebajikan. Alvia tidak tahu kenapa semua ini terjadi
pada dirinya.
By. Yana
Damayanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar