Senin, 18 April 2016

CERPEN



CERPEN

Kenapa ?

            Alvia, begitulah orang-orang memanggil gadis kecil berkacamata itu. Dia adalah salah satu dari 4 anak yang dikaruniakan kepada pasangan dari keluarga yang serba kecukupan. Rambut panjang yang selalu terurai dengan dihiasi bando senada warna bajunya membuat gadis ini banyak dikagumi oleh sebayanya. Dari ketiga saudaranya, bisa dibilang bahwa Alvia lah yang paling beruntung. Selain memiliki fisik yang menawan, dia juga termasuk gadis yang pandai, dia selalu menjadi bintang di kelasnya. Pada awalnya, Alvia adalah gadis yang berkepribadian baik, dia selalu bersikap lemah lembut kepada orang lain. Alvia juga tidak pernah sungkan untuk mengajari teman-temannya yang kesulitan dalam menerima pelajaran di kelas. Tidak hanya itu, Alvia juga tidak merasa keberatan ketika teman-temannya menginginkan untuk menyalin tugas rumahnya.
            Seperti biasa, Alvia selalu datang lebih awal ke sekolah. Bahkan suatu ketika dia datang di pagi buta sehingga gerbang sekolah belum dibuka. Dia menunggu di gassebo depan sekolah sambil membaca novel kesukaannya. Beberapa menit kemudian, gerbang sekolah dibuka. Namun Alvia tidak menyadari bahwa gerbang sekolah telah dibuka karena terlalu sibuk dengan novelnya. Pak Sem selaku penjaga gerbang menghampiri Alvia sambil menyapa, “Selamat pagi non, kok datang pagi-pagi sekali ?” ucapnya.  Alvia yang sedang sibuk dengan novelnya sedikit terkejut dan menjawab, ”Eh pak Sem, iya selamat pagi pak, engga kok ini juga baru datang, tadi saya lihat gerbangnya belum dibuka jadi saya duduk dulu disini”.  “Oh.. kalo begitu saya minta maaf non, tadi sesudah solat subuh saya ketiduran dan lupa tidak membuka pintu gerbang dahulu.” jelasnya. Alvia yang tengah sibuk membereskan tasnya menanggapi dengan suka hati, “Iya tidak apa-apa pak, lagi pula saya juga sengaja datang lebih awal dari biasanya, saya ingin mengerjakan tugas yang belum selesai saya kerjakan semalam. Kalo begitu saya masuk dulu ya pak ?”  “Oh iya silakan non, saya juga harus melanjutkan pekerjaan saya.” jawab pak Sem sembari mengambil sapu di pojok gerbang sekolah. 
            Alvia bergegas masuk ke ruang kelasnya dan melanjutkan tugas rumah yang belum selesai dia kerjakan. Kurang lebih 10 menit dia mengerjakan, Elsa teman sekelasnya masuk ke kelas dengan tergopoh-gopoh. “Hey, kamu kenapa sa ? berlari seperti dikejar hantu saja.” tanya Alvia sambil membereskan tugas yang telah ia selesaikan. “Eh Alvia, kebetulan sekali. Apa kamu sudah mengerjakan tugas kemarin ? aku diajak melihat konser Taylor Swift sampai larut malam, jadi aku belum sempat mengerjakan tugas itu.” Jelas Elsa. “Emm... udah.” Jawab Alvia singkat. “Sip deh, bagus kalau begitu. Kamu emang temenku yang paling rajin” ucap Elsa sambil meletakan tasnya di meja yang berada di belakang Alvia. Alvia hanya tersenyum menanggapi pujian Elsa. Selang beberapa menit, Elsa menghampiri Alvia sambil berkata, “Alvia, aku liat tugas rumahmu boleh ?” “Cuma liat kan ? tentu saja boleh. Ini lihat saja” ledek Alvia. “Ih, kamu lho ngga peka banget” timpa Elsa ketus. “Hehehe, iya aku paham ko, ini salin aja nggapapa. Tapi usahakan selesai sebelum yang lain datang ya.” Sahut Alvia sambil memberikan buku tugasnya kepada Elsa. “Oke deh” jawabnya singkat.
            Sambil menunggu Elsa menyalin tugasnya, Alvia membereskan kelas yang saat itu seperti gudang penyimpanan barang bekas. Alvia membereskan kelasnya itu sambil bernyanyi riang. Setelah kelas bersih, Alvia menghampiri Elsa yang dilihatnya sedang menggunakan earphone, “Elsa, apa kamu sudah selesai ?” tanyanya lembut. “Apa?? Maaf tadi aku ngga denger” jawabnya sambil melepas earphone yang baru saja dia pakai. “Apa kamu sudah selesai ?” ulang Alvia dengan nada sedikit tinggi. “Oh, iya ini sudah vi, trimakasih ya.” Jawab Elsa sambil memberikan buku tugas Alvia yang tadi dipinjamnya. “Iya sama-sama.” Jawab Alvia.
            Saat itu jam di dinding pojok kelas sudah menunjukan pukul 06:27. Namun baru beberapa orang saja yang sudah berada di sekolahan. Bahkan di kelasnya baru ada Alvia dan Elsa. Selang beberapa menit, geng cewe chubby yaitu Alisa, Victory, dan Tiffany terlihat baru saja keluar dari mobil avanza silver milik ayah Tiffany. Mereka langsung bergegas masuk ke dalam kelas. Dengan style-nya yang khas, mereka berjalan sambil mengkibas-kibaskan rambut seolah penguasa di kelas. Tiffany yang terkenal paling aktif diantara ketiganya, berlari ke kelas mendahahului geng-nya untuk menghampiri Alvia yang sedang berdiri di depan cermin di belakang kelas dan berkata, “Pagi vi, sedang apa kau sendirian disini ? kenapa ngga duduk bareng Elsa di sana ?” “Iya pagi juga fan, aku baru saja selesai merapikan rambutku. Ini juga mau duduk kesana.” Sahut Alvia sambil berjalan menuju tempat duduknya. “Eh, kamu ngga bareng Alisa sama Victory? Aku belum lihat mereka dari pagi.” Tambah Alvia akrab. “Bareng kok, tadi aku lari duluan ke kelas. Mungkin mereka mampir sarapan dulu ke kantin.” Ketika sedang asik dibicarakan, Alisa dan Victory datang sambil membawa kotak nasi. Mereka langsung duduk di tempat duduknya yang kebetulan saat itu berada di samping tempat duduk Elsa. Victory melihat buku di atas meja Elsa dan mengambilnya lalu membukanya, “Ini tugas yang kemarin kan sa ?” tanya Victory kepada Elsa. “Iya, itu tugas yang kemarin. Kan sekarang suruh dikumpulkan, aku ngelembur tugas itu semalem.” Jawab Elsa. Dengan nada sedikit sinis, Victory menjawab “Tumben kamu rajin, biasanya ngga pernah ngerjain” “Kamu kalo mau nyalin ya udah salin aja nggapapa, ngga usah kebanyakan basa-basi” tambah Elsa. “Ah, beneran nih nggapapa ?” tanya Victory. “Iya nggapapa, kaya biasanya ngga doyan nyalin sana-sini aja kamu pake basa-basi segala” ledek Elsa. “Hahaha.. ya udah deh, thanks ya sa. Ini tak pinjem dulu bukunya” kata Victory sambil berjalan menuju tempat duduknya.
            Melihat kejadian itu, Alvia yang telah bersusah payah mengerjakan tugas tersebut merasa tidak terima. ‘Itu kan tugasnya aku yang ngerjain, kenapa Elsa bilang kalo dia yang ngerjain, padahal kan dia cuma nyalin tugasku’ gumamnya dalam hati. Saat sedang melamun, tiba-tiba terdengar suara Alisa mengagetkan Alvia, “Hey Alvia, sinih ikutan nyalin tugas. Kamu belum ngerjain kan ? sinih ikutan aja, daripada nanti disuruh push-up kan cape.” Jelas Alisa. “Oh, iya silakan kalian aja duluan. Aku nanti saja gampang lah” jawab Alvia sambil tersenyum simpul. Saat mereka
            Sekitar 20 menit setelah menyalin tugas, bel tanda masuk berbunyi. Sepertinya mereka semua belum selesai menyalin tugas, sehingga masih bergerombol di satu meja. 10 menit setelah bel berbunyi, guru masuk ke dalam kelas. Para siswa yang sedang bergerombol tersebut bergegas untuk menuju tempat duduknya masing-masing. Sampai tiba saatnya mengumpulkan tugas, semua siswa secara bergantian maju ke depan untuk mengumpulkan tugas tersebut sembari mengisi daftar hadir. Ketika tiba waktunya Alvia mengumpulkan tugas, dia terlihat bingung. “Ada yang liat buku tugasku ngga ?? tadi aku naroh disini ko sekarang ngga ada” tanya Alvia kepada teman-temannya sambil membongkar isi tasnya. “Nah tadi ada yang minjem ngga vi ? coba sinih aku bantu cari” ucap salah seorang temannya. Puluhan menit Alvia mencari sampai absen terakhir telah maju untuk mengumpulkan tugas, namun buku tugasnya tidak ditemukan. Lalu ibu guru memanggil Alvia dan bertanya, “Alvia. Kenapa kamu belum mengumpulkan tugas ? apa kamu tidak mengerjakannya ?” “Saya sudah mengerjakannya bu, tadi saya menaruh buku saya di dalam tas. Tapi sekarang bukunya tidak ada.” Jawab Alvia cemas. “Kamu bilang tadi meletakan bukumu di tas, memangnya kamu mengerjakan tugas itu dimana ? di sekolah ?” tanya ibu guru. “Saya mengerjakannya tadi malam di rumah bu, tapi belum selesai. Jadi saya melanjutkan tugas itu tadi pagi di sekolah.” Jelas Alvia. “Itu sama saja kamu mengerjakan tugas di sekolah Alvia. Apa ada lagi yang mengerjakan tugas di sekolah ?” tanya ibu guru kepada seluruh siswa yang ada di kelas. Seketika suasana kelas menjadi sepi, tidak ada satupun siswa yang mengaku bahwa mereka mengerjakan tugas di sekolah. Alvia yang mengetahui bahwa teman-temannya mengerjakan tugas di sekolah namun tidak mau untuk mengakuinya merasa heran, kenapa teman-temannya tidak mau jujur dan mengatakan bahwa mereka mengerjakan tugas di sekolah? Karena Alvia tidak dapat menemukan buku tugasnya tersebut, maka Alvia diberi hukuman oleh ibu guru karena dianggap melanggar peraturan yaitu tidak mengumpulkan tugas dan mengerjakan tugas di sekolah. Alvia di hukum untuk menghafalkan 30 pasal dan menulisnya di buku hukuman yang memang wajib dimiliki oleh setiap siswa di sekolah tersebut.
            Tidak terasa hari sudah semakin siang, jam menunjukan pukul 12:37 WIB. Setelah melaksanakan salat duhur berjamaah, Alvia bersama sahabatnya berniat untuk membeli makanan di kantin, tapi entah karena hal apa bel tanda pulang sekolah berbunyi sehingga Alvia dan sahabatnya langsung lari ke kelas dan bersiap-siap untuk pulang.  
            Alvia pulang dengan mengendarai bebek kesayangannya. Helm bogoo warna putih dan dipadukan dengan jaket merah merk ternama serta sarung tangan merah senada dengan warna bebeknya menjadi ciri khas Alvia. Ketika hendak men-starter motornya, salah seorang temannya yaitu Qomariah memanggilnya, “Alvia.!!! Ikut makan siang yukk, tadi kan ngga jadi ke kantin.” Ajaknya. Alvia berfikir sejenak, dia teringat kucingnya di rumah. ‘kalo aku ikut, gimana dengan nasib kucingku di rumah ya?? Tadi pagi kan belum aku kasih makan’ gumamnya dalam hati. Setelah beberapa menit terdiam, Alvia akhirnya menjawab pertanyaan Qomariyah, “Emm.. Aku makan di rumah aja deh, lagian uangku juga limit nih” kata Alvia. “Ah, kamu lho kaya sama siapa? Udah tenang aja, it’s on me.” jawab Qomariyah dengan lantang. “Hahahaha.. bukannya gitu, sebenernya tuh kucingku belum tak kasih makan tadi pagi, kasihan koh. Ntar kalo mati gimana coba ? bisa galau 7 hari 7 malam aku” ledek Alvia. “Oh.. gitu, ya udah deh lain kali aja yaa” kata Qomariyah singkat. “Ya udah aku duluan yaa.. bye..” jawab Alvia sambil men-starter bebeknya. “Okeh, take care vi” teriak Qomariyah.
            Seperti biasa, Alvia mengendarai bebeknya dengan kecepatan 60 km/jam. Ketika sampai di perempatan jalan tiba-tiba ada seorang kakek-kakek yang kira-kira seusia kakeknya ingin menyeberang jalan. Karena iba, maka Alvia menghentikan motor dan memarkirnya di tepi jalan. “Permisi kek, mari saya bantu menyeberang” kata Alvia ramah. Lalu Alvia menggandeng tangan kakek tersebut dan membantunya menyeberang. “Terimakasih banyak cu” kata kakek tersebut sambil memandang Alvia. “Oh iya sama-sama kek, saya permisi dulu” kata Alvia. Kemudian Alvia kembali ke tempat dia memarkir motornya tadi. Ketika dia sedang men-starter motornya, tiba-tiba.. praaakkkk!!! Seseorang menabrak motornya dari belakang. Alvia terkejut dan segera turun dari motornya untuk melihat kerusakan yang terjadi akibat tabrakan tadi. Tapi yang Alvia heran adalah orang yang telah menabrak motornya itu langsung pergi tanpa mengucapkan satu kata pun kepada Alvia. Alvia hanya terdiam dan bingung dengan kejadian tersebut. Dia takut apabila dia pulang dengan keadaan motor yang rusak, dia akan dimarahi oleh ibunya. Untung saja, tempat tertabraknya motor Alvia tidak jauh dari bengkel sehingga Alvia bisa langsung membawa motornya ke bengkel untuk diperbaiki.
            Setelah sampai di bengkel, Alvia menunggu lumayan lama karena harus mengganti slebor motor dan lampu belakang yang rusak karena tertabrak tadi. ‘hadeeehh.. nungguin motor dibenerin kaya nungguin gajah kurus aja, lamanya minta ampun’ gumamnya dalam hati.  Ketika sedang melamun, montir di bengkel tersebut berkata,“Ini sudah mba.” “Oh iya mas, berapa yaa?” tanya Alvia. “tujuh puluh lima ribu mba” kata montir tersebut sambil membereskan peralatan yang telah digunakan untuk memperbaiki motor. Lalu Alvia mengambil uang tabungan di bawah jok motornya dan membayar kepada montir di bengkel tersebut. “Trimakasih mba” kata montir itu ramah. “Iya” jawab Alvia sambil memarkir motornya keluar.
            Alvia men-starter motornya dan segera pulang. 10 menit perjalanan akhirnya Alvia sampai di depan gerbang rumahnya. Dia memanggil ibunya untuk membukakan pintu gerbangnya tapi tidak ada respon apa pun. Dia bertanya-tanya dalam hati, dimana ibu ? apakah ibu sedang tidur sehingga tidak mendengar panggilanku ? atau ibu sedang pergi ? Alvia terus memanggil ibunya dan terus-menerus memencet bel rumahnya. Alvia sudah menunggu hampir 20 menit, tapi tak seorang pun yang keluar untuk membukakan gerbang. Akhirnya Alvia berfikir untuk memanjat gerbang di pojok rumah yang tidak terlalu tinggi. Ketika Alvia sedang berusaha untuk menaiki gerbang itu, tiba-tiba seseorang mengejutkannya. “Kak via !!!” teriak orang itu yang ternyata adalah anak tetangga Alvia. “Eh kamu dek, bikin kaget kakak saja” ucap Alvia sambil mendekati anak itu. “Hehehe.. Kakak ngapain manjat gerbang kaya gitu ? kaya maling aja, padahal kan di rumah sendiri” Kata anak itu. Lalu Alvia menjawabnya, “Uh kamu bisa ada-ada aja ngomongnya dek, ini kakak udah nunggu daritadi di depan gerbang, udah teriak-teriak udah mencetin bel sampe jari kakak keriting tapi ngga ada yang bukain gerbangnya, ya jadi kaka mau manjat aja biar bisa masuk. Terus kamu ngapain kesini ? tumben ?” “Ya iya lah ngga mungkin ada yang bukain gerbang, mau kakak teriak-teriak sampe kena radang tenggorongan atau mencet-mencet bel sampe tangan kakak kaku ngga bakalan ada yang bukain gerbang, di dalem kan ngga ada orang. Hahaha” Ucap anak itu. “Lho, darimana kamu tau kalo di rumah kakak ngga ada orang ? emang kamu udah masuk apa ? aku yang puna rumah aja juga ngga tau kok kamu tau sih ?” Tanya Alvia. “Tau dong, apa sih yang aku ngga tau. Jadwal kakak ngebersihin WC rumah aja aku tau” Ledek anak itu. “Iz, kamu ini” ucap Alvia “Hehehe.. bercanda kok kak, tadi tuh ibu kakak nitip kunci rumah ke aku.. katanya mau pergi ke acara arisan ibu-ibu di perumahan sebelah. Mungkin pulangnya ntar sore, sekalian ke tempat mbah nganterin kerudung katanya” Jelas anak itu. “Oalah dek..dek.. kenapa ngga ngomong dari tadi coba ? Kalo kamu ngomong daritadi kan kakak ngga perlu manjat-manjat gerbang kaya gini” Kata Alvia sebal. “Aduh, jangan ngambek dong kak, aku kan ngga tau kalo kakak udah pulang. Nih kuncinya” Jawab anak itu sambil memberikan kunci kepada Alvia. “Ya udah deh, makasih ya dek. Kamu pulang sanah cuci muka cuci kaki terus tidur” Ledek Alvia. Kemudian anak itu langsung lari tanpa mengatakan apa pun. Tapi Alvia tidak mempedulikan hal itu, Alvia langsung menuju ke gerbang utama dan membukanya. ‘Ah.. pengen cepet-cepet sampe kamar nyalain AC, nonton TV sambil ngemil uhh.. naqqehh’ gumamnya dalam hati.
            Setelah masuk ke dalam rumah, Alvia langsung menuju ke kandang kucing yang ia letakan di bawah meja dapur. Dia langsung memberi makan kucingnya sambil berbicara, “Aduhh,, kasihan sekali kamu puss, maaf ya tadi pagi aku lupa ngga ngasih kamu makan, jadinya kamu kelaperan kaya gini deh” ucap Alvia sambil mengelus-elus kucingnya yang sedang makan. Selepas memberi makan kucingnya, Alvia memberi makan perutnya. Dia menarik pintu kulkas untuk mengambil beberapa cemilan dan buah anggur untuk menemaninya menonton acara FTV kesukaannya. Dia langsung membawanya ke kamar dan memakannya sambil tiduran santai di depan televisi. Sedang enak-enaknya makan, tiba-tiba Alvia tersedak hingga hampir muntah. Dia langsung berlari ke dapur dan mengambil minum. ‘Uh, ngga lagi-lagi deh makan sambil tiduran. Jadi ngga enak banget kaya gini’ gumamnya dalam hati. Saat sedang minum, Alvia teringat dengan acara FTV tadi, dia langsung berlari ke kamar untuk melanjutkan menonton FTV tersebut.Tanpa disadari, ternyata ada lantai yang basah terkena tumpahan air minum Alvia, Alvia menginjak air itu dan terpeleset. Kepalanya membentur kaki meja makan. “Aduhh.. sialan nih air” ucap Alvia sebal. Dia segera bangun tanpa mengelap air itu kemudian menuju ke kamarnya. Alvia terus mengelus-elus kepalanya yang tadi terbentur kaki meja.
            Tiba-tiba terdengar suara telephone rumah yang berdering. Dengan sigap, Alvia segera mengangkatnya, “Halo, Assalamu’alaikum..”ucap Alvia lembut “Wa’alaikumsalam.. apa benar ini dengan kediaman rumah ibu Leli?”jawab sang penelphone itu yang sepertinya adalah seorang laki-laki, “Oh, iya benar, saya anaknya.. maaf ada apa ya pak?” tanya Alvia polos. “Begini mba, saya ingin memberitahukan kalo ibu Leli telah mengalami kecelakaan di depan gedung Permata Sari 5 menit yang lalu dan sekarang sudah dibawa ke rumah sakit putri mulia” terang penelphone. “Innalillah, bagaimana itu bisa terjadi pak ? setahu saya ibu saya sedang menghadiri arisan” jawab Alvia kaget. Lalu sang penelphone menjawab, “Nanti saja saya ceritakan kejadiannya, lebih baik sekarang adek segera ke rumah sakit putri mulia dan alangkah baiknya jika adek menelphone anggota keluarga yang lain.”
            Tanpa mengatakan apa pun, Alvia segera menutup telephonenya dan memberi tahu kabar ini kepada ayah dan kakak-kakaknya. Jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya, kedua kakinya mendadak melemas seolah tak mampu lagi menopang tubuhnya, bibirnya bergetar dan mukanya pucat. Alvia sangat menghawatirkan ibunya. Dengan segera dia langsung menuju ke garasi untuk mengambil motor dan segera menuju ke rumah sakit putri mulia. Ketika sampai di perlimaan jalan gajah mada, ada seorang polisi yang mendekatinya. Saat itu baru teringat bahwa Alvia tidak memakai helm dan tidak membawa STNK karena terburu-buru tadi. ‘Aduh gimana ini, aku lupa ngga bawa STNK palah’ gumamnya dalam hati. “Selamat siang mba, mau kemana ? kenapa tidak memakai helm ?” tanya polisi tersebut. “Eemm.. anu pak, tadi saya terburu-buru jadi lupa tidak memakai helm. Saya mau ke rumah sakit putri mulia” Jelas Alvia. “Sudah punya SIM belum mba ?” tanya polisi tersebut. “Belum pak” jawab Alvia. “Ya sudah kalo begitu mana STNK nya mba?” tambah polisi itu. “Nah tadi saya terburu-buru pak, jadi lupa tidak membawa apa-apa.” Terang Alvia. “Kalo begitu sekarang mba pulang dulu ngambil STNK, motornya ditinggal dulu saja disini, nanti kalo udah bawa STNK mba bisa ambil motornya disini.” Jelas polisi tersebut. Tanpa berucap apapun, Alvia menyerahkan motornya ke polisi tersebut. Sekarang dia bingung, khawatir, gelisah, cemas bercampur menjadi satu. Dia tidak tahu bagaimana agar dia bisa cepat sampai di rumah sakit putri mulia. Dia terus berfikir sambil berjalan. Setelah lumayan jauh dia berjalan, sebuah mobil daihatsu berwarna hitam berhenti di depannya. Alvia bertanya-tanya dalam hati, siapa yang ada dalam mobil tersebut ? kenapa dia berhenti di depanku ?  Semua tanda tanya di fikirannya seolah terjawab setelah dia melihat seseorang keluar dari dalam mobil tersebut. Dia adalah Ganda, teman SD nya. “Kamu ngapain jalan sendirian panas-panas kaya gini vi ?” tanya Ganda. “Eh, kamu masih inget sama aku nda ? Aku tadi niatnya mau ke rumah sakit putri mulia. Tapi di perlimaan tadi ditilang sama polisi, aku lupa ngga bawa STNK jadi motorku diambil. Mana aku ngga bawa hp lagi, bingung deh mau gimana ini.” Jelas Alvia. “Kamu mau ngapain ke rumah sakit ?” tanya Ganda. “Tadi aku dapet kabar kurang baik, ibuku kecelakaan, jadi aku harus segera kesana.” Jawab Alvia. “Oh, kalo begitu ayo ikut aku aja, kebetulan aku tujuannya searah sama rumah sakit putri mulia” ucap Ganda. Dengan wajah berseri-seri Alvia menjawab, “Iya trimakasih banget ya nda.”Alviapun akhirnya bisa sampai di rumah sakit putri mulia atas bantuan tumpangan dari Ganda, teman SD nya.
            Sesampainya disana, Alvia bertemu dengan orang yang menelphonenya tadi. Dia menceritakan kejadian yang dialami oleh ibu Alvia secara rinci. Dia juga mengantarkan Alvia menuju ke ruang UGD tempat ibunya dirawat. Terlihat dari kejauhan, ketiga kakaknya dan ayahnya sedang duduk di depan ruang UGD. Alvia langsung berlari menghampiri mereka dan bertanya kepada Ayahnya, “Gimana keadaan ibu yah? Maaf Alvia telat, soalnya tadi kena tilang di jalan gara-gara ngga pake helm.” Papar Alvia. “Ibu masih ditangani dokter vi, kita do’a aja semoga ibu baik-baik saja.” Jawab Ayah dengan mata berkaca-kaca.
            Alvia kemudian duduk di samping ayahnya sambil terus berdoa. Selang beberapa menit dokter keluar dari ruang UGD, “Bagaimana keadaan ibu saya dok?” tanya kakak Alvia. Namun dokter itu tidak mengatakan apapun, dia terus berjalan. Dibelakangnya dikawal oleh dua orang suster yang membawa kapas dan jarum suntik di tangannya. Tak lama kemudian, dokter itu kembali menuju ke ruang UGD. Sekarang Ayah Alvia yang bertanya, “Bagaimana keadaan istri saya dok” dokter itu hanya menjawab, “Kami akan berusaha semaksimal mungkin pak” kemudian dokter itu masuk kembali ke ruang UGD. Jawaban dokter yang seperti itu membuat Alvia semakin cemas. Dia sangat menghawatirkan ibunya, yang ada dibenaknya hanyalah sebuah harapan supaya ibunya bisa selamat.
            Beberapa menit kemudian, doter keluar dari ruang UGD. “Bagaimana keadaan ibu saya dok ?” tanya Alvia kepada dokter itu. “Ibu anda baik-baik saja, dia hanya memerlukan waktu istirahat beberapa hari kemudian boleh pulang.” Jawab dokter tersebut sambil tersenyum. Mendengar penjelasan dokter tersebut, Alvia merasa lega. “Boleh saya masuk menjenguk ibu saya dok ?” tanya Alvia. “Oh, iyya boleh silakan.. ibu anda akan segera dipindahkan ke ruang rawat inap.” Jawab dokter tersebut. Alvia pun langsung masuk ke dalam ruangan. 15 menit kemudian, Ibu Alvia dipindahkan ke ruang rawat inap.  Alvia terus menjaga dan merawat ibunya, tidak ada sedikit pun waktu yang dia gunakan untuk bermain. Dia pun tidak mempedulikan motornya yang telah ditilang waktu itu. Dia hanya fokus terhadap kesembuhan ibunya. Alvia sangat menyanyangi ibunya.
            Kurang lebih 4 hari dirawat, hari ini ibu Alvia diperbolehkan pulang. Alvia sangat senang karena ibunya sudah sembuh. Ketika telah sampai di rumah, Ibu Alvia menyuruh Alvia untuk mengambil motornya yang ditilang waktu itu. Dia pun segera meminta kakaknya untuk menemaninya mengambil motor tersebut. Cukup panjang prosedur pengambilan motornya, sehingga Alvia dan kakaknya harus pulang sore. “Ngambil motor aja kaya nungguin batu terbang ketiup angin, lamanya minta ampun. Kamu ada-ada aja sih dek, pake ketilang segala” kata Kakak Alvia. “Emang aku kepengin di tilang gitu ?? engga lah. Pas itu kan aku buru-buru. Jadi lupa ngga bawa apa-apa” jelas Alvia. “Huu.. ngawur sih kamu. Oiya, mampir toko buah sebentar yaa.. pengen beliin buah buat ibu” Ajak kakaknya. “Oke deh” jawab Alvia singkat. Mereka pun akhirnya pergi ke toko buah terlebih dahulu untuk kemudian pulang ke rumah.
Ketika sampai di depan rumahnya, Alvia dan kakaknya terkejut setengah mati. Mereka melihat bendera putih tergantung di pinggir pagar rumahnya. Mereka langsung masuk ke dalam rumah. Mereka sangat terkejut ketika melihat seorang wanita yang mereka panggil ibu berbaring tak bernyawa di tengah kerumunan orang yang sedang membacakan ayat-ayat Al-quran. Alvia langsung lemas, dia tak dapat mengendalikan emosinya. Air matanya keluar begitu deras berdampingan dengan mulutnya yang terus memanggil ibu. Alvia tidak percaya dengan kenyataan ini. Ibu yang sudah sehat setelah dirawat di rumah sakit, yang tadi menyuruhnya untuk mengambil motor, yang dia belikan buah agar hatinya senang, sekarang berbaring di depannya dan tak dapat melihat dunia lagi, tak dapat menemani Alvia, tak dapat menghiburnya dikala dia sedih. Dalam fikiran Alvia terus terbanyang masa-masa ketika ibu Alvia selalu memberinya semangat, selalu menceritakan berbagai hal baru yang tidak akan pernah Alvia dapatkan di sekolah, yang selalu menasehatinya dikala di berbelok dari lurusnya kebajikan. Alvia tidak tahu kenapa semua ini terjadi pada dirinya.

By. Yana Damayanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar